JAKARTA – Sikap Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Helmy Santika yang mengedepankan soft approach terhadap mahasiswa yang mengucapkan kata tidak senonoh saat demo menolak kenaikan harga BBM dinilai langkah tepat dan sesuai dengan instruksi Kapolri.
Menurut Guru Besar Bidang Budaya dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof Dr Andrik Purwasito DEA, pendekatan lunak atau soft approach lazim dilakukan dalam berbagai pendekatan untuk masyarakat, seperti Kepolisian RI, tidak saja sebagai edukasi masyarakat namun juga penting untuk menarik simpati masyarakat akan tugas dan peran polisi dalam menjaga kamtibmas.
Baca juga:
Bakamla RI Resmi Tutup Pelatihan ICS
|
“Soft approach adalah pendekatan budaya yang mengedepan dialog dan persuasi. Hal ini bukan berarti bahwa polisi tidak tegas, namun mengajarkan pentingnya mengamalkan filosofis kita tentang sikap Asih, Asah dan Asuh. Pendekatan lunak adalah tindakan edukatif dan persuasif. Pendekatan tersebut adalah bentuk pembinaan, pelayanan dan pelajaran bagi pelaku. Apalagi pelakunya mahasiswa yang biasanya masih murni dalam belajar demokrasi. Mahasiswa membutuhkan waktu dan arena belajar untuk memahami berbagai fenomena masyarakat. Protes dihadapan umum adalah proses belajar menjadi pemimpin dan bukan merupakan acaman bagi demokrasi, ” ujarnya saat dihubungi, Senin (5/8/2022).
Prof Andrik yang juga dikenal sebagai dalang wayang kulit dengan panggilan Kiageng Guru menilai sikap Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Helmy Santika sudah tepat dan pendekatan lunak perlu dicontoh oleh Kapolda di tempat yang lain. Pendekatan lunak mempunyai efek dingin dalam masa sekarang, dimana masyarakat sedang gundah menghadapi kesulitan hidup, seperti kenaikan harga bahan pokok dan BBM.“Kapolda memang figure yang paling bertanggung jawab terhadap keamanan wilayahnya. Sebagai figure sentral dalam keamanan territorial, seorang Kapolda dituntut memahami kondisi psikologis masyarakat. Setiap daerah mempunyai budaya setempat yang membutuhkan kebijakan dan diskresi, ” ujarnya.
Sebagai figure pemimpin masa depan, mahasiwa juga harus mengedepankan tata cara yang santun untuk menyampaikan aspirasinya di muka umum, serta mahasiswa memperhatikan adat budaya masyarakat Indonesia. Sebagai insan akademis, tuturnya, mahasiswa dituntut kritis terhadap ketimpangan dan ketidakadilan, namun harus tetap berpijak pada budaya luhur bangsa.
Dihubungi terpisah, budayawan Kidung Tirto Suryo Kusumo menyampaikan pandangan yang senada. Dia menilai sikap Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Helmy Santika mewakili sikap Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat.“Langkah Kapolda Gorontalo sejalan dengan instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajarannya agar segera meraih kembali kepercayaan masyarakat kepada Polri yang sempat merosot akibat kasus Ferdy Sambo, ” ungkap Kidung Tirto.
Dia mengatakan sikap Irjen Helmy Santika juga sejalan dengan program PRESISI yang dicanangkan Kapolri, yakni prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.“Polda Gorontalo sudah bertindak cepat mengamankan dan memeriksa pelaku, melakukan edukasi, hingga memproses pelaku sesuai hukum yang berlaku, ” kata spiritualis asal Gunung Lawu itu. Kidung Tirto mengajak segenap masyarakat, khususnya mahasiswa, menyampaikan aspirasi dengan bijak di depan publik termasuk sosial media. “Jangan sampai aspirasi yang ingin disampaikan justru tenggelam oleh kasus hukumnya karena viral, ” ujarnya.Sebelumnya, Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Helmy Santika menyampaikan pihaknya bergerak cepat mengamankan mahasiswa bernama Yunus Pasau dari kampusnya setelah videonya menghina Presiden dengan kata tidak senonoh viral di medsos.
“Begitu video orasi mahasiswa dengan kata-kata yang tidak sopan ini viral, kita bergerak cepat, untuk mengamankan saudara Yunus Pasau dari kampusnya, guna melindungi yang bersangkutan dari tindakan persekusi ataupun bullying dari pihak-pihak yang terganggu dengan pernyataan orasi yang bersangkutan, sekaligus dilakukan pemeriksaan oleh penyidit Ditreskrimsus Polda Gorontalo, ” kata Helmy.
Dia menjelaskan bahwa proses hukum tetap berjalan, namun terhadap yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan.“Kami tidak ingin menghambat proses belajar mengajar yang bersangkutan di kampus, karena yang bersangkutan ini kan aset bangsa, jadi tidak ditahan. Namun proses hukum tetap berjalan. Saat ini yang bersangkutan masih berstatus sebagai saksi, tadi saat diperiksa yang bersangkutan mengatakan bahwa apa yang dikatakan saat orasi muncul secara spontan, " ujar Helmy.
Kapolda mengatakan selama pemeriksaan oleh penyidik, yang bersangkutan diberikan edukasi tentang bagaimana menyampaikan pendapat di depan umum yang baik sesuai dengan undang-undang serta menggunakan bahasa-bahasa yang sopan dan beretika yang bisa menimbulkan simpati masyarakat.Mantan Kasatgas pangan Bareskrim Polri tersebut menegaskan bahwa orasi boleh, tapi gunakan bahasa yang baik agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik pula.
“Kita ini dikenal sebagai bangsa yang beradab, punya etika dan sopan santun, silakan berorasi karena itu hak setiap masyarakat untuk menyampaikan pendapat di depan umum dan itu dilindungi undang-undang, namun caranya yang harus diperhatikan, ada hak orang lain di sana, ada etika dan sopan santun, agar ini menjadi perhatian dan pembelajaran bagi mahasiswa lainnya, ” tegasnya.
Pasal yang dipersangkakan oleh penyidik kepada Yunus Pasau adalah pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 A ayat 2 Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. (***)